PEMILIHAN Umum buka sekedar ritual demokrasi yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat atau pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan local. Pemilihan Umum merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan amanat konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan kepemimpinan politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga perwakilan rakyat.
Pemilihan Umum sebagai sistem penyelenggaraan Negara yang demokratis menjadi urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan, kebebasan dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan Negara. Ketentuan konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan persaingan demokratis untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan harus diwujudkan secara nyata. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 43 secara lebih konkrit menentukan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak merupakan perintah UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pemilu wajib menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak sipil dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan politik tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dan mempersulit perkembangan potensi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Peningkatan Kuantitatif
UU No. 2 Tahun 2007 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum memberikan dukungan untuk terlaksananya affirmative action dalam rangka meningkatkan peranan perempuan di bidang partai politik.
Ditentukannya 30% pengurus partai politik di semua tingkatan harus diisi oleh perempuan dan 30% calon anggota legislatif juga diisi oleh perempuan dengan jaminan penempatan pada nomor urut kopiah atau dasi, cukup memberi peluang kepada peningkatan peranan perempuan secara kuantitatif. Tetapi hal tersebut belum menjamin calon anggota legislatif dari kalangan perempuan akan benar terpilih, karena partai politik berubah pikiran dalam penetapan calon terpilih dari berdasar nomor urut ke berdasar suara terbanyak. Artinya bila hal tersebut menjadi keputusan politik calon anggota legislative dari kalangan kaum hawa harus lebih keras dalam mengumpulkan pemilih. Ketentuan UU tersebut diperlukan sebagai sarana perubahan sosio cultural menuju persamaan gender dalam kehidupan politik. Hukum sebagai sarana perubahan sosial diharapkan mampu mengubah pola peranan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang masih diwarnai oleh ciri-ciri suatu masyarakat tradisional paternalistik.
Dalam masyarakat tradisional semacam itu perempuan diberi peran untuk tugas-tugas yang perlu kesabaran, kehalusan perasaan, sehingga peran mereka terutama mengasuh anak, memasak, menjadi bidan/perawat. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih menantang dianggap dunianya laki-laki seperti menjadi tentara, bupati atau pemimpin partai. Secara bertahap sejak reformasi perubahan sosio cultural menuju persamaan peran laki-laki dan perempuan di dunia politik sudah mulai terjadi. Walaupun Secara kualitatif peranan perempuan belum mengalami peningkatan signifikan.
Sejumlah partai politik memberi peran strategis kepada kaum perempuan dalam kepemimpinan partai politik. Tetapi lebih banyak yang memberi peran figuran untuk sekedar memenuhi formalitas yang ditentukan undang-undang perempuan lebih kurang ditempatkan pada posisi sekretaris, bendahara atau peran-peran yang terkait dengan konsumsi, dan kesenian. Dalam daftar calon legislatif yang diserahkan kepada KPU, sebagian partai politik berusaha memenuhi batas minimum kuota perempuan. Karena langkanya kader perempuan yang dimiliki tidak jarang aroma nepotisme dalam rekrutmen calon anggota legislatif sulit dielakan. Soal kualitas calon perempuan masih menjadi tanda tanya, karena tidak sedikit partai politik yang belum sempat menempa kader-kader srikandi yang mempunyai untuk ditampilkan sebagai wakil rakyat yang cerdas, trengginas mampu menangkap aspirasi rakyat dan paham lika-likunya politik.
Tak Jauh Berbeda
Untuk kepemimpinan di bidang pemerintahan pada pemilu 2009 nanti, peran perempuan tidak jauh berbeda dari peran mereka dalam kepemimpinan partai politik dan calon anggota legislatif. Peran perempuan dibidang pemerintahan merupakan refleksi dari kualitas peran mereka dalam kepemimpinan partai politik dan dalam lembaga legislatif.
Untuk meningkatkan kualitas peran perempuan dalam pemilu 2009 nanti, diperlukan komitmen, yang kuat dikalangan elit politik untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan amanat UUD dan ketentuan undang-undang yang menjamin perusahaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan didepan hukum dan pemerintahan. Sementara itu kaum perempuan perlu mengkonsolidasikan potensinya, menggalang dukungan untuk meraih simpati dan secara sistematis menempa diri agar memiliki kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas untuk memainkan peranan lebih besar dalam kancah politik demi kesejahteraan seluruh rakyat. Urusan politik dalam negara demokratis adalah urusan laki-laki dalam negara demokratis adalah urusan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama untuk membangun bangsanya.
Sudah semestinya para elit politik memegang komitmen untuk melaksanakan amanat UUD yang ada sehingga keberadaan perempuan di dalam partai tidak hanya dianggap sebagai alat untuk menjaring simpatisan.
Banyak sekali kebutuhan perempuan yang selama ini belum terpenuhi karena kurangnya keterwakilan mereka di tingkat legislatif sehingga perjuangan untuk memenuhi hak-hak perempuan tidak maksimal dan juga anggapan sebagian laki-laki bahwa mereka cukup mengerti akan apa yang dibutuhkan oleh perempuan membuat mereka merasa layak untuk menjadi wakil perempuan.
Saya berharap peranan perempuan akan lebih banyak mewarnai di pemilu 2009.
Dukungan laki-laki akan sangat menentukan keberadaan perempuan di tingkat legislatif.
salam perjuangan,
diah rofika
E-mail: d_rofika@yahoo.co.id
URL: http://duniakartini.blogspot.com
Dear Pak Oka,
Saat ini dalam forum diskusi Solution Exchange, salah satu anggota kami yang melemparkan sebuah pertanyaan tentang peranan perempuan dalam politik.
Beliau mencalonkan diri sebagai anggota DPR Aceh, dan ingin mendapatkan masukan tentang kampanye edukatif dan program pemberdayaan perempuan untuk dimasukkan dalam agenda politiknya.
Jika berkenan, Pak Oka mungkin ingin menjawab pertanyaan tersebut. Saya sudah mencantumkan email saya jika Pak Oka membutuhkan informasi lebih lanjut. Terimakasih.
Salam,
Dwi Kristiani
E-mail: dwi.kristiani@unorc.or.id
URL: http://www.unorc.or.id/solutionexchange